CULTURAL ASSIMILATION IN MARRIAGE BETWEEN BANJAR AND DAYAK TRIBES

Wahyu Fitrianoor

Abstract

AbstractPeople's fanaticism in tribal becomes reference in marriage, because they think tribal background is related to someone’s characteristic and religious understanding. Migration flow for economic activities brings Banjarese to Palangkaraya who then socialize with Dayak people. There are then many marriages between these two tribes, either because of economic, social, or theological factors. Each of the two tribes are having contradiction in customs of marriage. This difference can be seen from the strong influence of Islam in Banjarese culture, while the Dayak culture is still strongly influenced by Kaharingan tradition.This research aims to assess the cultural assimilation between Banjar and Dayak tribes in Palangkaraya, and its implication for the marriages of Banjarese and Dayak with research focuses of: (1) The cultural assimilation of Banjar and Dayak ethnic groups in Palangkaraya from the perspectives of Islamic Law and Positive Law, (2) The cultural assimilation of Banjarese and Dayak in Palangkaraya from the perspective of social exchange theory, (3) The implications of cultural assimilation of Banjar and Dayak tribes in the married life from the perspective of legal compliance theory. This research is classified into field research type using the sociological-empirical approach. The data collection was done by depth interview technique, documentation and observation. Technical analysis of the data is done by using data collection, data reduction, synthetic, and data verification. Research information is obtained from religious leaders, traditional leaders, academicians, cultural observers, cultural practitioners, and spouses of Dayak and Banjar tribes.There are three findings in this research. First, Islam greatly influences this assimilation, especially in filtering anything that deviates from Islamic teachings, as well as having a positive impact on the strength of emotional hubs, and awareness of legal norms, second, the occurrence of assimilation due to relations of economic, social, religious, philosophical, and the marriage itself, by combining both customs in marriage rituals. Social exchange theory states that the balance on cost, reward, and profit that support this assimilation keep being harmonious. Based on this study the mutualism symbiosis created is due to good economic relations. Although they feel a shift towards the traditional values because they interact with the new culture, mutual respect for customary values and norms both with a high tolerance attitude. Third, from the perspective of legal compliance theory, the level of legal compliance of the community is classified into three levels: compliance, identification, and internalization, the people involved in assimilation are in the identification level, because they are less maximum in carrying out what is not their custom because of contradictory family doctrines, but there is still solidarity between them despite the differences. Keywords: Banjar Tribe, Dayak Tribe, Marriage Custom. AbstrakRasa fanatisme kesukuan yang masih kental di masyarakat menjadikan sebuah acuan dalam pernikahan, karena menurut mereka latarbelakang kesukuan berkaitan dengan karakteristik dan pemahaman keagamaan seseorang. Arus migrasi untuk kegiatan ekomoni membawa suku Banjar ke Kota Palangkaraya, yang akhirnya berbaur dengan suku Dayak di wilayah tersebut. Pernikahan kedua suku ini pun banyak terjadi, baik itu karena faktor ekonomi, sosial, dan teologis. Masing-masing dari kedua suku ini sangat kontras dalam budaya pernikahan. Perbedaan ini dapat dilihat dari pengaruh Islam yang kuat pada budaya Banjar dan budaya Dayak yang masih kental dengan ajaran Kaharingan.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji asimilasi budaya antara suku Banjar dan Dayak yang telah terjadi di Kota Palangkaraya, dan implikasinya terhadap kehidupan pasangan Banjar dengan Dayak tersebut dalam kehidupan berumahtangga dengan fokus penelitian mencakup: (1) bagaimana asimilasi budaya  masyarakat suku Banjar dan suku Dayak di Kota Palangkaraya perspektif  hukum Islam dan hukum positif. (2) bagaimana asimilasi budaya masyarakat suku Banjar dan Dayak di kota Palangkaraya perspektif teori pertukaran sosial, (3) bagaimana implikasi asimilasi budaya suku Banjar dan Dayak dalam kehidupan rumah tangga perspektif teori kepatuhan hukum.Penelitian ini tergolong jenis penelitian lapangan, dengan pendekatan sosiologis-empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam, dokumentasi dan observasi. Teknis analisa data dengan pengumpulan data, reduksi data, sintesisasi, dan verifikasi data. Informasi penelitian didapat dari tokoh agama, tokoh adat, akademisi pemerhati budaya, praktisi budaya, dan pasangan suku Banjar dengan suku Dayak.Ada tiga temuan dalam penelitian ini. Pertama, asimilasi budaya masyarakat suku Banjar dan suku Dayak di Kota Palangkaraya perspektif hukum Islam dan hukum positif, ialah tidak seluruh dari budaya yang sejalan dengan Islam, tetapi Islam berperan sebagai filter dari apa saja yang melenceng dari ajarannya, sehingga memberikan dampak yang positif terhadap kesadaran kepada hukum positif, kedua asimilasi ini dalam perspektif teori pertukaran sosial merupakan perbauran yang sudah lama terjalin, dikarenakan hubungan ekonomi, sosial, agama, filosofi, dan pernikahan itu sendiri, dengan adanya keseimbangan pada cost, reward, dan profit yang membuat asimilasi ini terus harmonis. Berdasarkan kajian ini  simbiosis mutualisme yang tercipta ini dikarenakan hubungan perekonomian yang baik, saling menghormati nilai dan norma adat keduanya dengan sikap toleransi yang tinggi, walaupun mereka merasa adanya pergeseran pada nilai-nilai leluhur karena bergesekkan dengan budaya yang baru. Ketiga implikasi asimilasi budaya ini perspektif teori kepatuhan hukum, menyatakan bahwa kepatuhan hukum pasangan antar suku ini berada di level identification, karena kurang maksimalnya dalam menjalankan apa yang bukan adat mereka, hal ini disebabkan oleh doktrin keluarga yang bersifat kontradiktif, akan tetapi masih adanya solidaritas antara mereka walaupun di tengah perbedaan tersebut. Kata Kunci: Adat dalam Pernikahan,  Suku Banjar, Suku Dayak.

References

Ali Hasan, Muhammad, Pedoman Hidup Berumah Tangga, Jakarta: Sabani, 2006.

Ali, Zainuddin, Sosiologi Hukum, Jakarta: Sinar Gratifika, 2008.

Apil, Manli. D., Kapuas Membangun Serta Sosialisasi Hukum Adat Seni dan Budaya Suku Dayak Kapuas Kalimantan Tengah, Kapuas: yayasan utus Dayak dan pemberdayaan suku Dayak.

Basrowi, Pengantar Sosiologi, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.

Creswell, John W., Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, ter. Achmad Fawaid, Yogjakarta: PustakaPelajar, 2014.

Daud, Alfani, Islam dan Masyarakat Banjar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997.

Kusni, Andrian S., Saputra, Deni, dkk, Senjata Tradisional & Pakaian Adat Dayak Kalimantan- Tengah, Banjarbaru: Grafika Wangi Kalimantan, 2011.

Moelong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014.

Ritzer, George, Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Kencana, 2014.

Riwut, Tjilik, Maneser Panatau Tatu Hiang, (Menyelami Kekayaan Leluhur), Yogjakarta: Pusakalima, 2003.

Solomo, Thamrin, Hermanyah, Utuyama,“Perkawinan Adat Suku Dayak Ngaju Di Desa Dandang Kabupaten Kapuas”, Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP Universitas PalangkaRaya, vol. 1 Juni 2014.

Sudarsono, Hukum Pekawinan Nasional, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005.

Susetyo, Budi, Sterotip dan Relasi Antar Kelompok, Yogjakarta, Graha Ilmu, 2010.

Wirawan, I.B, Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma, Jakarta: Kencana, 2014.

http://www.kabarkalsel.info/2014/02/tahapan-upacara-perkawinan-adat-banjar.html, diakses tanggal 11 Desember 2016.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.